Kabupaten Sumenep merupakan daerah paling besar belanja daerahnya bila dibandingkan dengan tiga daerah lainnya di pulau Madura. Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (RAPBD) 2020 Kabupaten Sumenep mengalokasikan belanja daerah mencapai Rp 2,7 triliun. Hal tersebut jauh di atas belanja daerah tiga kabupaten lain di pulau Madura.
Dalam kesempatan kali ini kami, Intra Publik, ingin menyampaikan hasil pengamatan sederhana terkait tata kelola anggaran Kabupaten Sumenep. Selebihnya, dalam rangka transformasi informasi. Kiranya kami tidak berlebihan memilih istilah “Modus Pembajakan Anggaran oleh Elit Politik” atas hasil telaah kami ini. Yang mana, hal tersebut merupakan kesimpulan kami dalam memotret ringkasan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dan RAPBD 2020 Kabupaten Sumenep di tengah peliknya keterbukaan dan transparansi informasi data anggaran Kabupaten Sumenep.
Dalam kesempatan ini, kami fokus pada beberapa jenis belanja daerah yang selalu menjadi sorotan publik dalam APBD, yaitu belanja hibah dan Bantuan Sosial (Bansos). Dalam hasil pengamatan kami, mendapatkan ketidakwajaran belanja hibah-bansos APBD 2020 Kabupaten Sumenep. Indikasi tersebut dapat kami perhatikan dari meningkatnya alokasi dana hibah-bansos yang tidak disertai dengan alasan dan rasionalisasi yang jelas, hal lain indikasi dari praktik tersebut adalah pengabaian terhadap kesejahteraan rakyat.
Tindakan yang patut diduga kuat sebagai “pembajakan” anggaran, terjadi secara terencana dan sistematis oleh mereka yang sangat tepat diberi julukan sebagai para mafia anggaran. Hal demikian bisa dikategorisasi sebagai praktik yang menghambur-hamburkan uang rakyat dari APBD untuk kepentingan elite politik tertentu karena dilakukan secara terang-terangan.
Indikasi terjadinya pembajakan anggaran, tidak lain salah satu faktornya karena lemahnya kontrol masyarakat dalam proses tata kelola penganggaran yang masih tertutup sekaligus lemahnya akuntabilitas pemerintah dalam mengimplementasikan prinsip-prinsip penganggaran, serta diperkuat oleh lemahnya perangkat hukum dalam merespons adanya indikasi penyalahgunaan dan penyelewengan anggaran.
Distorsi Anggaran
Membengkaknya belanja hibah-bansos dalam APBD 2020 Kabupaten Sumenep merupakan distorsi anggaran, boleh juga dibilang tindakan irasional, mengingat tahun-tahun sebelumnya tren belanja hibah-bansos Kabupaten Sumenep tidak pernah mengalami peningkatan yang sangat drastis. Maka, kemudian wajar ketika kami menilai bahwa hal tersebut erat kaitannya dengan momentum Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat.
Jamak publik mengetahui, bahwa peningkatan dana hibah-bansos menjelang tahun politik merupakan rahasia umum karena sering menjadi modus kampanye gratis bagi elite politik dan birokrasi.
Akibat indikasi pembajakan anggaran ini, berimplikasi terhadap kebijakan-kebijakan yang sejatinya perlu mendapat perhatian serius. Seperti tingginya angka stunting dan rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Sumenep. Dua permasalahan krusial tersebut harusnya mendapat perhatian lebih serius oleh pemerintah Kabupaten Sumenep.
Kabupaten Sumenep merupakan salah satu daerah tertinggi angka stunting-nya se-Jawa Timur pada tahun 2019. Hal tersebut disampaikan secara langsung oleh Gubernur Jawa Timur, bahwa terdapat 12 daerah di Jawa Timur yang angka stunting-nya tinggi. Sumenep tertinggi ketimbang daerah-daerah lain.
Selanjutnya, yang perlu mendapat perhatian adalah IPM Kabupaten Sumenep dengan potensi sumber daya alam yang melimpah. Potensi sumber daya alam yang melimpah, ternyata menyimpan duka yang dalam. Hal tersebut tidak lepas sebab tidak seriusnya pemerintah Kabupaten Sumenep dalam melakukan pembangunan yang berorientasi pada kesejahteraan rakyat. Berbicara soal IPM, Kabupaten Sumenep merupakan daerah yang istikamah ada di 5 besar terendah se-Jawa Timur.
Selain itu, bentuk kegagalan lain pemerintah Kabupaten Sumenep dalam mengelola anggarannya, yaitu implementasi program Visit Sumenep yang menjadi program prioritas, di mana, KickOff-nya sekitar dua tahun lalu menjadi inisiatif awal dibentuknya program guna meningkatkan pendapatan asli daerah. Namun kenyataannya, APBD Kabupaten Sumenep hampir 70% masih tergantung pada dana transfer dari pusat melalui dana perimbangan (DAK, DAU). Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Sumenep hanya mampu menyumbang sekitar 11% untuk pendapatan daerah. Yang menjadi perhatian dalam kondisi pendapatan seperti itu adalah lemahnya kemandirian daerah dalam mengelola belanja daerah. Hal tersebut kemudian berakibat pada tidak maksimalnya pemerintah daerah dalam mewujudkan program dan kegiatan yang menjadi visi misi pemerintah Kabupaten Sumenep itu sendiri. Pada prinsipnya, dana transfer dari pemerintah pusat sudah terdapat alokasinya masing-masing.
Dari sektor belanja daerah, Pemerintah Kabupaten Sumenep justru lebih berpihak pada belanja pegawai bila dibandingkan belanja langsung (Barang, Jasa dan Modal).
Seperti grafik di samping, di saat belanja daerah mengalami peningkatan, namun yang diperhatikan adalah belanja urusan yang berkaitan dengan mesin pemerintah, bukan belanja langsung yang sejatinya bermanfaat kepada masyarakat. Lebih miris lagi, justru belanja langsung mendapat penurunan. Maka dalam hal ini perlu kiranya kita mempertanyakan niat elite politik dan birokrasi Sumenep dalam menyejahterakan masyarakatnya.
Grafik ini menggambarkan dengan jelas bahwa pemerintah Kabupaten Sumenep lebih berpihak kepada pegawai yang setiap harinya dan setiap kebutuhan hidupnya sudah tercukupi, mereka ini lebih mendapat perhatian dan sangat terkesan dimanja ketimbang masyarakat Sumenep yang pada umumnya kesulitan dari sisi ekonomi. Apakah ini juga ada kaitannya dengan perhelatan agenda lima tahunan yang sebentar lagi akan segera dimulai?
Dalam sektor belanja hibah-bansos, Pemerintah kabupaten Sumenep juga mempertontonkan pelanggaran moral yang naif, dengan tidak memenuhi unsur kepatutan. Kami sadar bahwa sebagian APBD 2020 Kabupaten Sumenep juga dialokasikan untuk mendanai penyelenggaraan Pilkada. Namun, seyogianya hal tersebut juga tetap memperhatikan prinsip-prinsip dalam pengelolaan anggaran daerah. Berdasarkan rilis Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumenep, penyelenggaraan Pilkada Tahun 2020 membutuhkan dana sekitar Rp 68,3 miliar. Dalam APBD kali ini yang terjadi justru peningkatan belanja dana hibah-bansos. Dana hibah-bansos mengalami peningkatan sampai 147% dari tahun sebelumnya yang peningkatannya hanya 20%. Pada tahun politik ini, peningkatannya cukup drastis, selisihnya sampai 126%. Atas hal ini, menurut kami dapat dikategorikan ke dalam pola penganggaran yang cacat.
Seharusnya, pemerintah Kabupaten Sumenep menyadari akan pentingnya memperhatikan aspek efektivitas dan efisiensi anggaran ketika pada tahun ini Kabupaten Sumenep akan menyelenggarakan pesta lima tahunan itu. Bukan malah sebaliknya seperti yang tertera dalam RAPBD 2020. Terkesan mengambil kesempatan untuk menaikkan dana hibah-bansos setinggi-tingginya. Atas hal tersebut, sekali lagi kami catat, pentingnya keterbukaan informasi anggaran untuk dana hibah-bansos APBD 2020 agar masyarakat juga bisa melakukan kontrol.
Indikasi pembajakan dalam APBD 2020 Kabupaten Sumenep akan berdampak pada terabainya kesejahteraan rakyat Sumenep. Mengingat besaran belanja hibah-bansos kabupaten Sumenep tidak lagi mencerminkan kebijaksanaan dalam mengelola anggaran yang sejatinya bersumber dari rakyat. Lebih tepatnya, dari masyarakat Sumenep yang setiap kali masuk rumah sakit harus membayar retribusi melalui loket yang tersedia. Termasuk juga soal pajak tahunan atas tanah dan bangunan plus tarikan parkir berlangganan yang tidak efektif itu.
Urun Saran
Atas bentuk prihatin kami dalam memotret dinamika tata kelola anggaran Kabupaten Sumenep, hal penting yang ingin kami sampaikan sebagai urun saran guna perbaikan bersama ke depan. Pertama, Pemerintah Kabupaten Sumenep penting untuk segera meningkatkan akuntabilitas laporan secara terbuka dalam tata kelola anggaran. Setidaknya dengan mulai belajar dan memahami secara baik terkait regulasi, utamanya dalam melaksanakan amanah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan Instruksi Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor: 188.52/1797/SJ tentang Peningkatan Transparansi Pengelolaan Anggaran Daerah.
Kedua, hampir seluruh masyarakat Kabupaten Sumenep mengetahui, bahwa daerahnya merupakan tanah surga, mengandung banyak potensi yang luar biasa. Dalam hal ini, penting kiranya pemerintah melakukan konsultasi publik guna terwujudnya pengembangan potensi daerah yang sesuai dengan local wisdom. Selebihnya, kami persilahkan untuk melibatkan pihak ketiga dalam pengelolaan potensi alam di Kabupaten Sumenep.
Selanjutnya, tren ruang fiskal daerah Kabupaten Sumenep memang mengalami perbaikan ke arah yang lebih sehat. Namun, hal itu tidak berbanding lurus dengan pengelolaan potensi sumber daya yang dimiliki. Ironisnya, di tengah meningkatnya kebutuhan riil masyarakat, pemerintah Kabupaten Sumenep, malah menaikkan belanja hibah-bansos melampaui batas penalaran yang sehat, di mana hibah-bansos tersebut rawan terjadi penyalahgunaan.
Urun saran kami lebih pada penekanan terhadap belanja hibah-bansos dan sesegera mungkin mulai fokus pada agenda program wajib yang sejatinya masih menjadi masalah krusial di Kabupaten Sumenep.
Terbit di www.intrapublik.com