Tidak Jelas: Capaian Realisasi APBD Surabaya 2024 Memburuk

Mauli.id – Kinerja APBD Kota Surabaya menunjukkan tren memburuk setidaknya dalam empat tahun terakhir (2021-2024). Pemerintah kota Surabaya sulit merealisasikan target baik di sektor pendapatan daerah maupun belanja daerah.

Tidak maksimalnya realisasi pengelolaan APBD Kota Surabaya telah menjadi perhatian serius, termasuk dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. BPK RI Perwakilan Provinsi Jawa Timur pada hasil auditnya mengungkapkan bahwa kerangka penentuan kepala Badan Pendapatan Daerah tidak didasarkan pada perhitungan potensi pajak daerah yang cermat dan teliti, baik melalui pendekatan makro maupun mikro yang mencerminkan kondisi riil. Hal ini berdampak langsung pada ketidakakuratan pengajuan target pendapatan pajak daerah.

Hal ini juga saya perhatikan bahwa tidak tercapainya realisasi APBD secara berturut-turut mengindikasikan bahwa proses penyusunan perencanaan dan penganggaran daerah tidak didasari kajian ilmiah dari para pakar, sehingga mengurangi kualitas dan kredibilitas dokumen perencanaan.

Tentu hal ini bisa berakibat fatal. Karena kondisi tersebut bertentangan dengan amanat UU HKPD (Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah), khususnya Pasal 102 ayat (1), yang mengharuskan penganggaran pajak dan retribusi dalam APBD mempertimbangkan paling sedikit:
a) Kebijakan makroekonomi daerah; dan
b) Potensi pajak dan retribusi.

Masalah ini mencerminkan perlunya reformasi menyeluruh dalam tata kelola APBD Kota Surabaya, khususnya pada aspek perencanaan dan penganggaran, agar lebih sesuai dengan prinsip kehati-hatian, akurasi, dan transparansi.

Capaian Realisasi APBD Surabaya 2024

Selama empat tahun terakhir, rata-rata realisasi pendapatan daerah hanya mencapai 91%, sementara realisasi belanja daerah rata-rata sebesar 87%. Data ini mengindikasikan bahwa dalam empat tahun terakhir, kinerja APBD Kota Surabaya secara konsisten tidak sesuai dengan target yang telah ditetapkan.

Pada tahun 2024, realisasi pendapatan daerah hanya mencapai 88% dari target yang diproyeksikan sebesar Rp11,3 triliun, atau sekitar Rp9,94 triliun. Sementara itu, realisasi belanja daerah bahkan lebih rendah, hanya 83,8% dari anggaran yang ditargetkan sebesar Rp11,5 triliun, dengan realisasi hanya mencapai Rp9,6 triliun.

Selama periode 2020-2024, realisasi Pendapatan Daerah mengalami penurunan signifikan:

Tahun 2021 mencatat realisasi tertinggi di angka 96,0%, tetapi tren menurun mulai terlihat pada 2022 dengan 89,5%, berlanjut pada 2023 sebesar 89,6%, dan mencapai titik terendah pada 2024 di angka 88,0%.

Sementara itu, realisasi Belanja Daerah juga menunjukkan fluktuasi yang cenderung menurun, dari 87,1% pada 2021, sedikit meningkat pada 2022 menjadi 88,8%, kemudian turun pada 2023 sebesar 88,2%, dan jatuh ke posisi terendah di angka 83,8% pada 2024.

Namun, jika melihat tren rata-rata dalam empat tahun terakhir, pendapatan daerah tumbuh negatif sebesar 2,2% per tahun, dan belanja daerah mengalami pertumbuhan positif sebesar 0,4% per tahun. Meski demikian, pertumbuhan ini belum mampu mendongkrak capaian realisasi agar sesuai target perencanaan.

Terkait

Sebelum
tinggalkan halaman

Mauli.id diperkuat oleh jaringan dan tim profesional, pengembang, analis, dan tim editor yang butuh dukungan untuk bisa memproduksi konten secara rutin.

Terbaru